Jakarta, Kompas – Konflik sosial dan aksi kekerasan yang berlatar belakang sengketa lahan masih dominan di beberapa daerah. Pemimpin daerah memiliki peranan penting dalam mencegah konflik dan mengurangi potensi konflik dengan berbagai kebijakan yang memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan rakyat.
Hal itu mengemuka dalam acara dialog bertema “Peta Kekerasan di Indonesia dan Konflik Lahan Antar Warga di Popinsi NTT” yang diselenggarakan The Habibie Centre (THC) dan Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan Indonesia (SNPK), di Jakarta, Rabu (4/12).
Menurut peneliti THC Fathun Karib, berdasarkan data SNPK tahun 2005-2012, memperlihatkan kekerasan dalam konflik cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Sepanjang 2005 – Agustus 2013 tercatat 1.100 insiden kekerasan terkait lahan yang mengakibatkan 200 korban tewas dan 1419 korban cedera serta 1.205 bangunan rusak.
Tahun 2012 tercatat sebagai periode dengan insiden kekerasan terkait konflik lahan, yang paling besar yaitu 180 insiden (30 tewas, 183 cedera, dan 99 bangunan rusak).
Tahun 2013 (januari – Agustus) tercatat 115 insiden kekerasan terkait konflik lahan dengan 21 korban tewas, 119 cedera, dan 105 bangunan rusak.
Tipologi Konflik
Menurut Direktur Konflik Pertanahan Badan Pertahanan Nasional (BPN) Muhammad Ikhsan, tipologi konflik lahan umumnya terkait dengan sengketa penguasaan, pendaftaran tanah atau sertifikasi, land reform, ketidakpuasan atas putusan pengadilan atau eksekusi putusan pengadilan, dan sengketa pengadaan lahan.
Ikhsan menambahkan, daerah Sumatera Utara, Jambi, dan Kalimantan Selatan merupakan daerah-daerah yang memiliki potensi dan konflik sengketa lahan yang cukup mengkhawatirkan. Di Sumatera Utara, sengketa lahan umumnya terkait pembukaan lahan-lahan perkebunan. Di Kalimatan Selatan, sengketa lahan terkait pembukaan lahan-lahan pertambangan.
Oleh karena itu, diperlukan kerja sama seluruh pemangku kepentingan, baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah, dalam menyelesaikan segketa lahan. Peran pimpinan daerah sangat penting dalam menyelesaikan sengketa. Ia mencontohkan, cukup banyak lahan yang diberikan kepada investor, tetapi lahan terabaikan.
Hal sama diungkapkan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli Amar yang hadir sebagai peserta dialog. aparat selama ini hanya menjadi pemadam konflik. Padahal, sumber masalah konflik lahan, seringkali bersumber pada masalah di tingkat lokal (FER).