Konflik pembangunan dan aktivitas PLTA Singkarak yang sudah berlangsung sejak tahun 1997, akhirnya menemui titik terang. Dengan ditandatanganinya kesepakatan antara masyarakat Nagari Guguak Malalo dan PLN Sektor Pengendalian dan Pembangkitan Bukittinggi pada Jumat (9/10/2015), maka ini menjadi babak baru dari perjalanan panjang konflik yang telah menimbulkan kerugian materil dan kerusakan lingkungan. Persoalan ini bermula dari pembangunan terowongan untuk PLTA Singkarak, sepanjang 19 Km yang menjadikannya salah satu terowongan bawah tanah terpanjang di Indonesia.
Dampak lingkungan yang diakibatkan dari pembangunan dan aktivitas PLTA Singkarak misalnya; pada tahun 1993, sepanjang ±250 meter terjadi keretakan tanah yang menyebabkan putusnya tali banda malintang, pada tahun 1998 tepatnya bulan November terjadi keretakan tanah di Bukit Cati sepanjang ±200 meter mengakibatkan putusnya tali Banda Talao. Tahun 2000, sedimen banda jalan malintang tersebut amblas ke Batang Malalo sehingga, peristiwa yang dikenal sebagai Galodo Malalo ini, merenggut 11 korban jiwa dan kerugian materil yang tidak sedikit.
Selanjutnya, tahun 2004, terjadi keretakan tanah di Pabirahan sepanjang 30 meter dan di Banda Pulang sepanjang 25 meter, tahun 2005 terjadi keretakan di Tampaik Tuanku Limo Puluah sepanjang 80 meter, tahun 2009 terjadi lagi penurunan sedimen di Pabirahan sepanjang ±50 meter dan mengakibatkan putusnya tali Banda Baru. Tak hanya itu, tahun 2010 terjadi lagi retakan tanah di Bukit Pudung sepanjang lebih kurang 300 meter. Masih di tahun 2010, sedimen di Bukit Cati sepanjang 45 meter dan sepanjang aliran sungai terjadi pendangkalan akibat material yang masuk ke dalam sungai. Sedangkan akibat pembangunan terowongan PLTA Singkarak yang memasuki lahan masyarakat telah menyebabkan hilangnya 13 mata air dan 6 tali banda (irigasi) di Nagari Guguak Malalo, yang mana menyebabkan 106 hektar Sawah masyarakat mengalami kekeringan.
Melihat sudah banyak terdapat kerugian yang dialami masyarakat, maka masyarakat beserta niniak mamak di Nagari Guguak Malalo membentuk Lembaga Peduli Ulayat Nagari (LPUN), untuk dapat bekerja melakukan penyelamatan ulayat nagari akibat adanya PLTA Singkarak. Kemudian pada tahun 2011, PLTA Singkarak merencanakan penggantian saringan intake ditengah kondisi masyarakat masih tidak menerima dengan adanya kerugian yang ditimbulkan baik secara geologis, ekonomis dan sosiologis dari PLTA Singkarak. Maka untuk tetap melaksanakan pengerjaan penggantian saringan intake, Pemerintah Daerah Tanah Datar Bupati mencoba memfasilitasi pertemuan yang dilaksanakan pada tanggal 9 Agustus 2011 tersebut.
Hasil kesepakatan pertemuan tersebut, masyarakat Nagari Guguak Malalo setuju dengan penggantian saringan intake dengan ketentuan; (1) mendorong untuk dilakukannya audit lingkungan oleh instansi terkait sebagai tindak lanjut kerusakan lingkungan yang di keluhkan oleh masyarakat, (2) Melakukan pengecekan dilapangan bersama tim ahli dari hidrologi dan geologi (3) Bupati Tanah Datar mengusulkan peninjauan kembali SK Gubernur No. 04 tahun 2002 tentang pajak air permukaan supaya disesuaikan dengan kondisi sekarang.
PEMBUKTIAN MELALUI AUDIT LINGKUNGAN
Pada perkembangannya, sepanjang tahun 2012 apa yang sudah disepakati diatas tidak banyak memberikan hasil. Lalu pada tanggal 12 Februari 2013, masyarakat yang tergabung di dalam Lembaga Peduli Ulayat Nagari (LPUN) kembali mengadakan pertemuan dengan Gubernur Sumatera Barat, Bupati Tanah Datar, PT. PLN (Persero) Pembangkit Sektor Bukittinggi, LSM Qbar (Pendamping), Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) Unand dan yang lainnya. Hasil dari kesepakatan tersebut hampir sama dengan kesepakatan sebelumnya yaitu, (1) peninjauan kembali SK Gubernur No. 04 Tahun 2002 mengenai Pajak Air Permukaan, (2) mengadakan audit lingkungan independen untuk mengetahui kerugian masyarakat seperti hilangnya mata air, apakah benar disebabkan oleh adanya pembangunan terowongan PLTA Singkarak. Maka pada pertemuan tersebut disepakati untuk menunjuk Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) Unand sebagi tim audit. Setelah berjalannya audit lingkungan pada bulan Juni sampai November 2013, maka PSLH Unand difasilitasi Bapedalda Sumbar menyampaikan hasil audit kepada masyarakat Guguak Malalo dan PLN Sektor Bunkittingggi tanggal 12 Februari 2014.
Hasil audit PSLH tersebut menyatakan yaitu, (1) adanya kehilangan mata air akibat pengoperasian PLTA Singkarak itu secara ilmiah itu terbukti bukan karena pengoperasian PLTA, tetapi akibat dari letak Nagari Guguk Malalo ini di Patahan Semangko, sehingga ketika terjadinya gempa, sesar-sesar dan patahan tersebut itu bergerak, kemudian bisa menghilangkan mata air. Sementara itu dulunya sebelum adanya PLTA Singkarak mata air itu masih ada, dan gempa juga sudah terjadi ratusan tahun yang lalu, namun mata air masih ada, dan hilangnya itu memang semenjak pengoperasian PLTA Singkarak. (2) hasilnya itu adalah mengenai air dalam tanah yang masuk kedalam terowongan, hasil dari publikasi tersebut adalah baru indikasi atau dugaan. Padahal masyarakat sudah lama mengindikasikan kalau ada air dalam tanah itu masuk kedalam terowongan, dan dari audit lingkungan ini masyarakat berharap adanya bukti dai indikasi atau dugaan tersebut, namun hasilnya masih indikasi, inilah yang sangat dikecewakan masyarakat.(3) Perlunya sosialisasi Corporate Social Responsibility (CSR) untuk masyarakat.
Setelah hasil audit dipublikasikan di Kantor Bapedalda Sumatera Barat, masyarakat Nagari Guguak Malalo dan PLN Sektor Bukittinggi melaukan beberapa kali pertemuan untuk membahas tindak lanjut hasil audit lingkungan. Pertemuan tersebut berujung pada penandatanganan kesepakatan pada tanggal 9 Oktober 2015 di Bukittinggi, dengan poin kesepakatan sebagai berikut:
Pihak PLN Sektor Pembangkitan Bukittingi berkewajiban untuk; membuat 1 unit balai/gedung serbaguna ukuran 22 m x 35 m di area Muara Ambius yang akan dimanfaatkan untuk kepentingan Anak Nagari Guguak Malalo dan akan diselesaikan dalam kurun waktu selama ± 2 tahun.
Melaksanakan survey pencarian sumber mata air baru dan dibantu oleh perwakilan masyarakat yang ditunjuk oleh Wali Nagari untuk ketersediaan air bagi masyarakat. PLN Sektor Pembangkitan Bukittingi akan menyediakan material semen untuk pembuatan jalan beton produksi pertanian di Nagari Guguak Malalo yang dilaksanakan pada bulan Januari 2017 Memberikan bantuan peralatan medis/alat kesehatan, Melaksanakan pengadaan bibit tanaman untuk penghijauan pada cathment area, melakukan pembuktian lebih lanjut pada zona 2C yang ditenggarai adanya indikasi kehilangan mata air sesuai hasil audit oleh PSLH Unand.
Untuk melaksanakan kesepakatan tersebut maka para pihak bersepakat melakukan monitoring dan evalusi minimal 6 bulan sekali. Dengan telah disepakatinya surat kesepakatan bersama antara masyarakat Nagari Guguak Malalo yang diwakili oleh Wali Nagari Guguak Malalo, Ketua KAN, Ketua BPRN, Ketua LPUN dengan Manajer, Asisten Manajer KSA, Manajer PLTA Singkarak PT. PLN Sektor Pengendalian dan Pembangkitan Bukittingi, serta maka kedua belah pihak sepakat untuk sama-sama merealisikan perjanjian tersebut sesuai hak dan kewajibannya masing-masing.
Dalam pertemuan tersebut dihadiri oleh PLN Sektor Bukittinggi beserta jajarannya, masyarakat Nagari Guguak Malalo (Wali Nagari, KAN, BPRN dan LPUN), serta Perkumpulan Qbar sebagai pendamping masyarakat. Mora Dingin selaku Direktur Perkumpulan Qbar mengatakan proses ini merupakan hasil kegigihan dan kebulatan tekad dari masyarakat untuk memperjuangkan Hak atas Sumber Daya Air yang hilang akibat aktivitas PLTA Singkarak, kemudian secara akademis hal tersebut juga telah dibuktikan oleh tim PSLH Unand, yang menunjukkan adanya indikasi hilangnya mata air akibat pembangunan terowongan PLTA Singkarak tersebut. Perlu ditegaskan bahwa penandatanganan kesepakatan bersama tersebut merupakan proses awal dari pertanggungjawaban PLN Sektor Bukittinggi dalam pemenuhan hak masyarakat hukum adat sebagai akibat pembangunan dan aktivitas PLTA Singkarak. Kedepan, yang paling utama adalah realisasi kesepakatan yang sudah ditandatangani dapat dijalankan dengan itikad baik oleh kedua belah pihak.