Konflik Lahan dengan PTPN VII, 600 an Petani Aksi ke Jakarta

Warga petani Ogan Ilir berdemonstrasi. Mereka akan aksi di Jakarta,
menuntut pengembalian lahan. Foto: SPI

SEKITAR 600 an petani dari Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan (Sumsel) akan aksi ke Jakarta. Mereka menuntut pengembalian lahan yang masuk dalam kawasan kelola produsen gula milik negara, PT Perkebunan Nusantara (PN) VII.

Dengan menggunakan 12 bis besar dan 10 mobil pribadi, para petani ini sudah tiba di Jakarta, Minggu(1/6/12). Mereka akan memulai aksi Senin hingga Kamis(2-5/7/12) ke berbagai lembaga negara.

Deputi Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin mengatakan, 600 an petani yang tergabung dalam Gabungan Petani Penesak Bersatu (GPPB) ini dari 20 desa di Kabupaten Ogan Ilir yang bersengketa dengan PTPN VII. Mereka menuntut pengembalian lahan mereka yang diserobot PTPN VII unit Cinta Manis.

“Upaya mereka membawa masalah ini ke level nasional tak lain untuk mendapatkan kejelasan masalah perebutan lahan yang sudah terjadi sejak 30 tahun silam,” katanya di Jakarta, Minggu(1/7/12).

Iwan mengatakan, ini merupakan aksi lanjutan di daerah mulai tingkat lokal, kabupaten hingga provinsi. Aksi ini, untuk memperkuat apa yang sudah direkomendasikan pemerintah daerah.

Pada 29 Desember 2009, BPN Sumsel mengeluarkan surat yang menyatakan, areal PTPN VII di Ogan Ilir yang mempunyai hak guna  usaha (HGU) hanya 4.881, 24 hektare (ha). Izin prinsip mereka seluas 20 ribu ha. BPN tak akan memproses HGU  sebelum ada penyelesaian klaim dari masyarakat.

Surat yang menguatkan posisi warga juga keluar dari Gubernur Sumsel, 15 Juni 2012. Dalam surat yang ditandatangani Wakil Gubernur Sumsel, Eddy Yusuf ini meminta lahan PTPN VII yang telah diterbitkan HGU di unit usaha Cinta Manis agar dievaluasi. Lahan PTPN VII yang belum terbit HGU agar dikembalikan ke masyarakat.

Dalam surat itu, Gubernur meminta agar Kementerian BUMN memperhatikan tuntutan para petani.  “Ini hasil yang cukup menggembirakan di daerah,” kata Achmad Ya’kub dari Serikat Petani Indonesia.

Ya’kub mengatakan, di lapangan saat ini masyarakat sudah melakukan pematokan lahan. “Ada yang sudah menanam karet, nenas, ubi-ubian. “Jadi, gairah hidup warga sudah mulai hidup. Mereka mulai bertani lagi.”

Sebelumnya, warga sekitar kebun banyak yang mencari kerja ke daerah lain sebagai buruh tani. Sebab, keberadaan PTPN VII tak memberikan manfaat pada warga, malah sebaliknya, membawa penderitaan.

Anwar Sadath, Direktur Eksekutif Walhi Sumsel sekaligus Koordinator Lapangan mengungkapkan, 600 yang datang itu awal. Warga yang lain bisa saja datang dan bertambah lagi. “Karena semua swadaya masyarakat.”

Sejarah penguasaan lahan PTPN VII di Ogan Ilir, mimpi buruk bagi masyarakat. Dulu, untuk mendapatkan lahan warga, perusahaan menggunakan militer. Banyak cerita miris dari warga.

“Ada yang tanah lima ha diganti hanya satu ha. Ada yang penggusuran dikawal militer. Kalau melawan dikriminalisasi.”

Pelemahan-pelemahan perjuangan warga dilakukan. Baik lewat provokasi maupun kriminalisasi warga. “Pernah, provokasi dilakukan dengan lahan tebu dibakar dan dituduh warga sebagai pelaku.” Pihak PTPN pernah juga lapor polisi atas tuduhan penguasaan di atas lahan yang bukan hak.

Sebanyak 14 warga diperiksa dan menjadi tersangka oleh Polsek Ogan Ilir. “Ini kekeliruan polisi karena menerima begitu saja laporan perusahaan,” ucap Anwar.

Konflik lahan terus terjadi antara perusahaan dan masyarakat, salah satu di perkebunan tebu, PTPN VII. Salah satu pemicu pemerintah begitu besar memberikan penguasaan lahan kepada perusahaan besar hingga masyarakat terpinggirkan. Bahkan, lahan yang diberikan izin sudah ada pemiliknya. Foto: Kementerian Pertanian

Nginap di Kementerian BUMN

Iwan melanjutkan, aksi lima hari warga Ogan Ilir di Jakarta ini akan mendatangi beberapa lembaga pusat. Senin(2 Juli) mereka akan ke BPN dan Mabes Polri.

Ke BPN, kata Iwan, karena penyerobotan tanah mereka jangan sampai BPN mengeluarkan HGU. “Sebab, sampai sekarang, menurut BPN Kanwil Sumsel tanah  itu belum didaftarkan dan diterbitkan HGU oleh BPN karena sedang bersengketa dengan masyarakat.”

Target di BPN, memastikan aset-aset PTPN VII yang sudah di HGU. “Lahan-lahan yang sudah HGU agar diaudit.” Juga
menuntut agar tanah-tanah masyarakat dikembalikan melalui proses land reform.

Lalu mereka akan ke Mabes Polri. Warga akan menyampaikan tuntutan agar kepolisian tidak melibatkan diri dalam konflik pertanahan. Sebab, ketika kepolisian terlibat justru terjadi kriminalisasi kepada para petani yang sedang memperjuangkan hak mereka.

Pada Selasa (3 Juli ), aksi dilanjutkan ke Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN. Mereka akan menginap di BUMN.  “Aksi ini untuk memastikan agar lahan-lahan  itu dikembalikan kepada rakyat dan kementerian BUMN dan kedua kementerian audit terhadap laporan pendapatan perusahaan yang disetorkan kepada negara.”

Rabu (4 Juli), pada pagi hari akan aksi di Kementerian BUMN dilanjutkan ke ke Istana Negara. Aksi ini untuk mendesak pemerintah segara mereformasi agraria yang selama ini dijanjikan Presiden.

Hari keempat, Kamis (5 Juli),  dilanjutkan di KPK. Mereka sekaligus melaporkan modus-modus korupsi yang kerap dilakukan di tingkat perkebunan negara supaya ditindak lanjuti.

Setelah di KPK, akan melanjutkan aksi di DPR RI. Mereka ingin mendesak DPR menindaklanjuti segera janji membentuk Pansus Konflik Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.

“Juga meminta Panja Pertanahan DPR segera menindaklanjuti laporan warga untuk menyelesaikan konflik,” ucap Iwan.

Irhas dari Walhi Nasional mengatakan, mereka akan memperkuat tim advokasi terhadap aksi warga selama lima hari di berbagai lembaga negara ini.

Open chat
1
Klik disini untuk info lebih lanjut
or scan the code
Klik disini untuk info lebih lanjut