Jakarta, Kompas – Kepala Badan Pertahanan Nasional berpendapat, rencana pembentukan Kementerian Agraria oleh presiden terpilih Joko Widodo bisa menjadi salah satu cara untuk mengatasi konflik agraria. Kementerian Agraria bisa membuat kebijakan bersama yang selama ini tumpang tindih antar-institusi.
“Kementerian ini kemungkinan bisa lebih fokus melaksanakan agenda reforma agraria. Ada dua hal dalam reforma, yaitu redistribusi tanah kepada masyarakat dan menyejahterakan rakyat dari pengolahan lahan itu,” ujar Hendarman seusai upacara peringatan Hari agraria Nasional ke-54 di Jakarta, Rabu (24/9).
Hendarman mengatakan, kendala yang sering dihadapi adalah mengatasi permasalahan di luar kewenangan Badan Pertahanan Nasional (BPN). Dari total luas daratan di Indonesia, kewenangan BPN hanya menangani 35 persen wilayah budidaya. Sisanya, 65 persen, adalah wilayah hutan yang menjadi kewenangan Kementerian Kehutanan. Mayoritas kasus yang dihadapi BPN adalah hak guna usaha (HGU) oleh perusahaan. Rakyat yang masuk ke wilayah HGU tidak bisa diusir sewenang-wenang. Karena itu, cara penyelesaian konflik yang dilakukan adalah mediasi antara pemilik HGU dan rakyat.
“BPN akan melakukan mediasi supaya rakyat dan pemilik HGU membuat perjanjian. Misalnya, pembagian hasil pertanian atau perkebunan dengan porsi setengah, sepertiga, hingga seperlima,” kata Hendarman.
Selama empat tahun, sengketa tanah ada 5.254 kasus (2011), 3.191 kasus (2012), 1.793 kasus (2013), dan 54 kasus (2014). Kasus yang diselesaikan, termasuk sisa kasus sebelumnya, 4.302 (2011), 4.291 (2012), 2.771 (2013), dan 10 (2014). Tahun ini, sisa 1.971 sengketa belum selesai.
Hendarman mengungkapkan, Rancangan Undang-Undang Pertanahan yang akan disahkan DPR juga menjadi aturan baru yang akan menjamin kepastian hukum masyarakat. Pasalnya, di dalam RUU pengganti Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 itu diatur soal pengadilan pertanahan ad hoc. Sengketa tanah yang belum selesai bisa didorong untuk dituntaskan di pengadilan pertanahan. Saat ini, BPN juga mulai memperbaiki layanan pembuatana sertifikat dengan target sehari jadi.
Namun, Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria Iwan Nurdin mengatakan, substansi yang terkandung dalam RUU Pertanahan tidsk memberikan rasa keadilan masyarakat. “Jika akan dimunculkan Kementerian AGraria, itu jangan sekadar BPN ganti baju. Harus ada ahli tata ruang, planologi, sehingga ada sistem sama yang berlaku di seluruh wilayah Indonesia,” katanya. (A13)