Jambi, Kompas – Konflik dalam kawasan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Batanghari, Jambi, meningkat. Setelah menduduki lahan inti perusahaan selama dua bulan terakhir, komunitas suku Bathin IX kini mengadukan adanya pengusiran warga Bathin IX oleh oknum bersenjata.
Pengaduan itu disampaikan perwakilan kelompok adat Bathin IX kepada Lembaga Adat Kabupaten Batanghari sebagai mediator konflik dengan investor kebun kelapa sawit di Kecamatan Bajubang, Batanghari, Rabu (11/12). “Pengusiran telah menyakiti masyarakat Bathin IX,” ujar Abunyani, Ketua Adat Bathin IX.
Komunitas suku Bathin IX adalah kelompok etnis yang tinggal di hutan di Kabupaten Batanghari dan Sarolangun secara turun temurun. Ruang hidup mereka menyempit setelah Pemerintah Kabupaten Batanghari memberikan izin kepada sejumlah perusahaan kebun kelapa sawit di lokasi yang merupakan kebun, makam, dan rumah komunitas suku Bathin IX. Konflik sejak 1986 itu kian panas seiring munculnya tuntutan pelepasan/enclave 3.550 hektar kebun bagi Suku Bathin IX.
Menurut Abunyani, pengusiran berlangsung secara bertahap sejak Sabtu lalu. Sekelompok orang bersenjata mengusir warga yang tinggal dalam kebun inti swasta dan secara rutin memanen sawit setempat. “Mereka diusir paksa. Rumahnya diratakan. Kami tidak tahu saat ini mereka tinggal di mana,” ujarnya.
Abunyani mengatakan, pengusiran itu bertentangan dengan kesepakatan di antara masyarakat, pengusaha, dan mediator. Dalam kesepakatan, kedua pihak harus berupaya mengendalikan diri dari ancaman konflik hingga upaya mediasi tercapai. Lembaga Adat bertugas memverifikasi warga suku Bathin IX yang memiliki hak sah atas tanah adat. Perusahaan berjanji melepaskan tanah yang telah disepakati sebagai hak ulayat setempat.
Ketua Lembaga Adat Batanghari Pattudin mengatakan, konflik antara suku Bathin IX dan pengusaha kebun kelapa sawit harus diselesaikan secara adat.
Setelah selesai verifikasi warga dan luas tanah ulayat, warga non suku Bathin IX harus keluar. “Luas lahan yang mereka tuntut terlalu luas, tidak mungkin dikelola seluruh masyarakat Bathin IX yang jumlahnya hanya segelintir. Kami tidak ingin banyak pihak luar ikut bermain dan memperkeruh konflik,” ujar Pattudin. Ia memperkirakan verifikasi akan selesai bulan ini.
Kepala Bidang Pengolahan Lahan dan Perlindungan Dinas Perkebunan Batanghari Hartati mengatakan, penyelesaian konflik lahan tidak lagi di tangan pihaknya, tetapi diselesaikan di rumah adat. ” Lembaga adat yang memediasi penyelesaian konflik. Segala kegiatan verifikasi dilaksanakan bersama dengan masyarakat dan perusahaan,” ujarnya.
Konflik suku Bathin IX dan investor terjadi di sejumlah lokasi. Konflik terjadi setelah lahan masyarakat digunakan untuk perkebunan kelapa sawit. Hak-hak adat suku Bathin IX juga berbenturan dengan kepentingan konservasi. Pada tahun 2003 hutan adat mereka seluas 15.300 hektar dialihkan menjadi taman Hutan Raya Senami. Di kawasan ini, masyarakat tidak boleh lagi mengelola lahan (ITA).