Jakarta – Salah satu masalah yang tak kunjung selesai di Indonesia adalah konflik sumber daya alam (SDA) dan agraria. Provinsi Sumatera Barat tercatat sebagai provinsi dengan konflik SDA tertinggi. Posisi berikutnya diduduki Sulawesi Selatan dan Jawa Barat.
“Sumatera Barat dengan 883 kasus, Sulawesi Selatan 780 kasus dan Jawa Barat 749 kasus. Ini yang mencengangkan, bagaimana Sumatera Barat yang kuat kultur budayanya bisa mengalami hal ini,” kata Kepala Departemen Advokasi Eksekutif Nasional Walhi, Mukri Friatna, Jumat (22/6/2012).
Hal ini disampaikannya dalam acara Public Hearing: Memperkuat Aspirasi Masyarakat Melalui Dengar Pendapat dengan DPR di Hotel Ibis, Jl Letjen S Parman, Jakarta Barat. Turut hadir dalam acara ini, anggota DPR komisi II, Gamari Sutrisno, dan perwakilan masyarakat dari Sumatera Selatan dan Medan.
Untuk konflik agraria, Mukri menjelaskan hanya separuh dari total 8307 kasus yang dapat diselesaikan di tahun 2011. “Dari total 8307 kasus, yang selesai baru 4302. Artinya masih 4005 kasus lagi,” paparnya.
Mukri mengusulkan tiga jalan keluar untuk menyelesaikan konflik agraria yang terjadi di Indonesia. Ia juga meminta agar DPR tidak meneruskan RUU Penanganan Konflik Sosial, karena terlalu berbahaya.
“Untuk resolusi konflik, pertama adalah aplikasi Perkaban no 3/2011 tentang pengelolaan pengkajian penanganan kasus pertanahan. Kedua, dengan membentuk komite nasional untuk penyelesaian konflik agraria. Ketiga, membentuk RUU Peradilan Agraria,” tuturnya.
Menurut Mukri, reforma agraria yang dijanjikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan sulit tercapai. Ketersediaan tanah dalam upaya reforma agraria masih jauh dari yang dijanjikan.
“Rencana awal diberikan 9 juta hektar tanah, tapi terakhir Presiden SBY bilang 7 juta. Setelah dicek, ternyata ketersediaan tanahnya cuma 300 ribu hektar saja tanah terlantar dari 17 juta hektar yang dikuasai,” bebernya.
Hanya saja, proses reforma agraria ini terkadang terbentur dengan adanya konflik-konflik seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya. “Konflik juga terjadi tidak hanya antar perusahaan, tapi internal institusi,” tambahnya. [Dhurandhara HKP – detikNews]
Sumber :