Jakarta, detik.com -Menteri Koordinator bidang Perekonomian Chairul Tanjung menganggap gugatan PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) ke arbitrase belum layak dilakukan. Namun pemerintah akan tetap meladeni gugatan Newmont tapi tak akan masuk ke materi gugatan soal larangan ekspor mineral yang dianggap tak sesuai Kontrak Karya (KK).
“Filosofisnya begini orang untuk masuk ke Arbitrase itu harus ada syaratnya. Kita lihat untuk Newmont itu belum layak masuk ke Arbitrase,” kata pria yang akrab disapa CT saat ditemui di Kantornya Kawasan Lapangan Banteng, Jakarta, Kamis (3/07/2014).
CT beralasan seharusnya pihak Newmont lebih dahulu melakukan negosiasi dan perundingan dengan pemerintah Indonesia. Jika perundingan itu gagal menemukan kata sepakat atau deadlock, maka Newmont berhak membawa masalah ini ke arbitrase.
“Kenapa tidak layak? Dalam klausul kontrak karyanya itu sendiri menyampaikan kalau ada perselisihan harus diselesaikan secara musyawarah mufakat melalui perundingan dan sekarang sudah dilakukan. Kecuali kalau kita sudah tidak bersepakat kan belum saat nya dia masuk ke tahapan selanjutnya. Jadi kita lihat belum saatnya mereka masuk ke arbitrase,” tuturnya.
Pihak pemerintah Indonesia tidak akan langsung meladeni Newmont di Badan Arbitrase Internasional. Namun jika Badan Arbitrase memanggil pemerintah Indonesia, maka pemerintah dengan tegas menyatakan laporan Newmont tidak layak masuk arbitrase.
“Kita akan bilang ke Arbitrase itu, eh ini nggak layak karena secara aturannya begini. Artinya kita tidak akan masuk ke dalam substansi. Jadi kita tidak akan meladeni dia (Newmont) di arbitrase. Tetapi kalau dia (Arbitrase) call kita, kita akan bilang ini tidak layak. Kita akan fight dulu di soal kelayakannya bukan soal materinya,” tegas CT.
PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) sudah sebulan menghentikan kegiatan operasi tambang dan merumahkan para pekerjanya karena izin ekspor mineral olahan belum dikeluarkan pemerintah. Kini, justru Newmont menempuh proses hukum internasional dengan menggugat Indonesia ke arbitrase, yang risikonya berdampak pada izin ekspor yang makin lama terbit. (wij/hen)